Sakramen Tobat di Gereja Paroki Santa Maria :
Senin, 16 Desember 2013 Jam 17.00 wib
Pendahuluan
Berapa sering kita mendengar saudara kita dari agama Kristen lain
yang mengatakan bahwa “Pengakuan dosa adalah cuma karangan Gereja
Katolik saja. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan sendiri yang memberikan
pengampunan, bukan pastor. Jadi sudah seharusnya kita langsung mengaku
dosa langsung kepada Yesus, dan tidak perlu mengakukan dosa di hadapan
pastor. Memangnya Kitab Suci mengajarkan pengakuan dosa? Ah, pastor
khan cuma orang biasa, kenapa kita musti mengaku dosa di depan pastor?”
Kemudian ada komentar-komentar dari orang Katolik yang mengatakan
“Setelah kita mengaku dosa, kita juga berdosa lagi, jadi pengakuan dosa
tidak ada gunanya… Saya malu, karena saya kenal sama pastornya.
Bagaimana kalau pastornya sampai membocorkan rahasia pengakuan dosa
saya?” Kemudian ada lagi yang mengatakan bahwa pengakuan dosa hanya
urusan satu kali dalam satu tahun.
Mari kita lihat satu persatu keberatan tersebut di atas berdasarkan
Alkitab, Bapa Gereja, dari pengajaran Gereja, dan juga perkembangan
Sakramen Pengakuan Dosa. Pada bagian pertama ini, kita akan menelaah
terlebih dahulu tentang
apa sebenarnya hakekat dari dosa,
sehingga kita akan secara lebih jelas menghayati bahwa Sakramen
Pengakuan Dosa sungguh merupakan berkat dari Tuhan untuk membantu kita
bertumbuh dalam kekudusan.
Apakah ‘dosa’ itu?
Ada begitu banyak definisi tentang dosa. Namun, secara prinsip, dosa dapat dikatakan sebagai suatu keputusan[] dari pilihan[] untuk menempatkan apa yang kita pandang lebih utama, lebih baik atau menyenangkan daripada hukum Tuhan
(1 Yoh 3:4)
. Pada saat seseorang menempatkan ciptaan lebih tinggi daripada Penciptanya, maka orang tersebut melakukan dosa (St. Bonaventura).
Katekismus Gereja Katolik (KGK) mendefinisikan bahwa dosa adalah melawan Tuhan (KGK, 1850), namun secara bersamaan
melawan akal budi,
kebenaran, dan
hati nurani yang benar.
(KGK, 1849) Sebagai contoh, mari kita melihat dosa menggugurkan
kandungan atau aborsi. Di Amerika, setiap 30 detik, ada satu bayi yang
digugurkan. Namun, tetap saja ada beberapa negara bagian di Amerika yang
melegalisir warganya untuk menggugurkan kandungan.
Dosa adalah melawan akal budi,
karena hanya orang yang dapat menggunakan akal budi bertanggung jawab
terhadap dosanya. Itulah sebabnya bahwa Sakramen Pengampunan dosa hanya
dapat diterimakan kepada orang yang telah dibaptis dan mencapai usia
yang dapat berfikir rasional.
Dengan akal budi, seharusnya kita memilih tujuan yang paling akhir,
yaitu persatuan dengan Tuhan, namun kita sering dikaburkan dengan oleh
pengaruh dunia ini, sehingga akal budi kita lebih banyak dipengaruhi dan
didominasi oleh kedagingan atau “
sense appetite“.[]
St. Paulus mengatakan pemberontakan keinginan daging melawan keinginan
roh (lih. Gal 5:16-17,24; Ef 2:3). Secara nalar, kita dapat melihat
bahwa menggugurkan kandungan adalah melawan akal budi, karena tidak
seharusnya manusia membunuh sesamanya, apalagi anaknya sendiri.
Dosa adalah melawan kebenaran,
karena kebenaran hanya ada pada Tuhan. Namun sering kita menganggap
kejadian di dunia ini semuanya relatif, atau ibaratnya, tidak putih,
tidak hitam, melainkan abu-abu. Karena kecendungan faham relativitas,
maka kita tidak tahu lagi mana yang benar dan mana yang salah. Karena
beberapa negara bagian di Amerika melegalisir pengguguran kandungan,
banyak orang yang mungkin beranggapan bahwa hal ini adalah sesuatu yang
wajar, yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun kebenaran
tidak berpihak kepada mayoritas, yang sering berganti-ganti dari waktu
ke waktu.
Kebenaran adalah tetap dan tidak berubah, dan
kebenaran sejati hanya dapat ditemukan dalam diri Yesus, karena Yesus
adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yoh 14:6).
Dosa melawan hati nurani yang benar.
Hati nurani yang benar ditekankan oleh KGK, karena jaman sekarang ini,
begitu sulit untuk membentuk hati nurani yang benar. Kita perhatikan
dalam kehidupan kita sehari-hari. Kalau kita mau berlaku jujur di dalam
bisnis, kita dinasehati “jangan sok jujur”. Kalau di sekolah kita tidak
mau nakal dan menyontek, kita akan dibilang “sok alim.” Seolah-olah
sesuatu yang seharusnya benar, tidak boleh dipraktekkan. Dengan
mentolelir kesalahan-kesalan kecil, maka hati nurani kita yang awalnya
benar, yang diciptakan menurut gambaran Allah, menjadi tertutup dengan
dosa, sehingga tidak murni lagi. Di sinilah pentingnya kebenaran yang
diwartakan oleh Kristus melalui Gereja-Nya, sehingga Gereja dapat
menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran (lih 1 Tim 3:15) yang
menuntun hati nurani umat-Nya. Seperti yang dilakukan Gereja Katolik di
Amerika, mereka berperan aktif untuk menyuarakan kebenaran atau
membangkitkan hati nurani yang benar dengan berjuang untuk menghentikan
legalisasi aborsi.
Apakah bobot dosa berbeda-beda?
Dalam beberapa kesempatan, saya mendengarkan kotbah, ada yang
mengatakan bahwa semua dosa adalah sama. Dosa kecil maupun besar
menyedihkan hati Tuhan. Lebih lanjut, mereka mengatakan bahwa Alkitab
mengajarkan bahwa semua dosa adalah sama,
yaitu dosa berat, dengan upahnya adalah maut, jadi tidak ada istilah
dosa ringan (Why 20:14-15; Eze 18:4; Rom 6:23). Jadi ajaran Gereja
Katolik yang mengatakan bahwa dosa dibagi menjadi dua: dosa berat dan
dosa ringan, dan juga bahwa dosa berat hanya dapat dilepaskan melalui
Sakramen Pengakuan Dosa adalah sangat tidak mendasar.
Namun kalau kita teliti lebih mendalam, sesungguhnya pernyataan di
atas justru kurang mendasar. Memang semua dosa menyedihkan hati Tuhan,
namun Alkitab juga mengatakan bahwa ada dosa yang berat yang
mendatangkan maut dan ada dosa ringan yang tidak mendatangkan maut (Lih 1
Yoh 5:16-17). Kita bisa melihat contoh dalam kehidupan sehari-hari, di
mana kita akan dapat membedakan tingkatan dosa. Misalkan, dosa membunuh
dan dosa ketiduran sewaktu berdoa. Tentu, kita mengetahui bahwa membunuh
adalah dosa yang lebih berat daripada ketiduran saat berdoa yang
disebabkan oleh tidak-disiplinan dalam meluangkan waktu untuk berdoa.
Dengan dasar inilah, Gereja Katolik mengenal dua macam dosa, yaitu: (1)
Dosa berat atau “
mortal sin” (KGK, 1856) dan (2)
Dosa ringan atau “
venial sin” (KGK, 1863)
Kalau dosa berat adalah melawan kasih secara langsung, maka dosa
ringan memperlemah kasih. Jadi dosa berat secara langsung menghancurkan
kasih di dalam hati manusia, sehingga tidak mungkin Tuhan dapat bertahta
di dalam hati manusia. Dosa berat atau ringan tergantung dari sampai
seberapa jauh dosa membuat seseorang menyimpang dari tujuan akhir, yaitu
Tuhan. Dan persatuan dengan Tuhan hanya dimungkinkan melalui kasih.
Jika dosa tertentu membuat seseorang menyimpang terlalu jauh sampai
mengaburkan dan berbelok dari tujuan akhir, maka itu adalah dosa berat.[] Lebih lanjut dalam tulisannya “
Commentary on the Sentence I,I,3“,
St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa dosa ringan tidak membuat seseorang
berpaling dari tujuan akhir atau Tuhan. Digambarkan sebagai seseorang
yang berkeliaran, namun tetap menuju tujuan akhir.
Untuk seseorang melakukan dosa berat, ada tiga syarat yang harus
dipenuhi, yaitu: (1) Menyangkut kategori dosa yang tidak ringan, (2)
tahu bahwa itu adalah sesuatu yang salah, dan (3) walaupun tahu itu
salah, secara sadar memilih melakukan dosa tersebut. Dengan kata lain
seseorang menempatkan dan memilih dengan sadar keinginan atau kesenangan pribadi di atas hukum Tuhan.
Apakah efek dari dosa?
Kita melihat bahwa dosa menghancurkan relasi kita dengan Tuhan, yaitu
dengan menghancurkan prinsip vital kehidupan kita, yaitu kasih. Seperti
10 perintah Allah, dibagi menjadi dua, yaitu kasih kepada Tuhan dalam
perintah 1-3, dan kasih kepada sesama dalam perintah 4-10, maka dosa
juga mempunyai dua efek, yaitu: efek vertikal dan efek horisontal. Efek
vertikal mempengaruhi hubungan kita dengan Tuhan, sedangkan efek
horisontal mempengaruhi hubungan kita dengan sesama. Dapat dikatakan
bahwa
tidak ada dosa yang bersifat pribadi. Semua dosa
kalau kita telusuri akan mempunyai dimensi sosial. Kita lihat saja dari
hal yang sederhana, misalkan seorang ayah yang sering marah-marah di
rumah akan mempengaruhi seluruh anggota di rumahnya, menyebabkan istri
dan anak-anak ketakutan. Yang lebih parah, anak-anak pun dapat tumbuh
sebagai pemarah.
Atau contoh yang lain, yaitu dosa manusia pertama, menghasilkan dosa
asal, yang menyebabkan terputusnya persatuan antara manusia dengan
Tuhan, dan pada saat yang sama membawa dosa asal bagi seluruh umat
manusia (Rom 5:12). Sebagai akibat dari dosa Adam (Kej 3:1-6), manusia
kehilangan (1) rahmat kekudusan, dan (2) empat berkat “
preternatural“, yang terdiri dari a) keabadian atau “
immortality“, b) tidak adanya penderitaan, c) pengetahuan akan Tuhan atau “
infused knowledge“, dan d) berkat keutuhan (
integrity), yaitu harmoni dan tunduknya nafsu dan emosi kedagingan (
sense appetite) kepada akal budi (
reason). Karena kehilangan berkat-berkat tersebut, maka manusia mempunyai
concupiscense (KGK, 2515) atau “
the tinder of sin” (KGK, 1264), atau kecenderungan untuk berbuat dosa[],
di mana manusia harus berjuang terus untuk menundukkan keinginan
daging. St. Paulus menyebutnya sebagai nafsu kedagingan yang berlawanan
dengan keinginan Roh (Lih Gal 5:16-17, Gal 5:24; Ef 2:3). Manusia tidak
dapat melawan semuanya ini tanpa berkat dari Tuhan yang memampukan
manusia untuk “berkata tidak” terhadap dosa. Karena dosa pertama dari
Adam adalah dosa kesombongan, maka kerendahan hati adalah penawar dari
dosa yang memampukan manusia untuk menerima berkat dari Tuhan secara
berlimpah. Mari sekarang kita melihat secara lebih jelas proses
perkembangan dari dosa.
Bagaimana proses Dosa berkembang?
Pernah saya tidak mengindahkan sakit gigi, karena kadang muncul dan
kadang hilang. Namun lama-kelamaan sakitnya bertambah parah, sehingga
harus dilakukan operasi. Nah, proses dari dosa sama seperti contoh di
atas, mulai dari hal kecil, dipupuk terus-menerus sehingga menjadi besar
dan sulit diatasi. Mari kita melihat perkembangan dari dosa:[]
- Tahap 1:
Pikiran tentang dosa datang dalam pikiran. Ini bukan dosa, tetapi suatu
godaan. Pada tahap ini, penolakan terhadap dosa akan menjadi lebih
mudah kalau kita membuang jauh-jauh pemikiran tersebut dengan cara
mengalihkannya kepada hal-hal lain, seperti: berdoa, atau pemikiran
tentang neraka, dll.
- Tahap 2: Kalau pikiran dosa (godaan) ini tidak segera dibuang jauh-jauh, maka akan menjadi dosa ringan (venial sin).
Ini adalah seperti menguyah-nguyah dosa di dalam pikiran. Sama seperti
telur yang dierami, yang pada waktunya akan menetas, maka dosa yang
terus dituruti di dalam pikiran, hanya menunggu waktu untuk membuahkan
dosa (lih Yak 1:15).
- Tahap 3:
Tahap ini adalah perkembangan dari pemikiran dosa yang didiamkan atau
dinikmati oleh pikiran, kemudian akan membuahkan keinginan untuk berbuat
dosa. Di sini bukan hanya pikiran, namun godaan sudah sampai di hati (the will). Yesus mengatakan bahwa orang yang mempunyai keinginan untuk berbuat dosa, sudah berbuat dosa (Mat 5:28).
- Tahap 4:
Akhirnya dalam tahap ini, seseorang memutuskan untuk berbuat dosa. Pada
tahap ini keinginan untuk berbuat dosa sudah menjadi keputusan untuk
berbuat dosa namun masih merupakan dosa yang ada di dalam hati. Ini
adalah sama seperti seseorang yang ditawarkan suatu jabatan dengan cara
korupsi. Dia mempunyai tiga pilihan: menolak, bernegosiasi, atau
mengiyakan. Tahap ini keinginan dan pikiran saling mempengaruhi, namun
akhirnya membuahkan kemenangan bagi setan, sehingga seseorang memutuskan
untuk berbuat dosa.
- Tahap 5:
Pada saat kesempatan untuk berbuat dosa muncul, maka keputusan untuk
berbuat dosa yang ada di dalam hati menjadi suatu tindakan nyata.
Setelah keputusan untuk berbuat dosa dalam keinginan menjadi kenyataan,
maka jiwa seseorang juga telah jatuh ke dalam dosa. Sama seperti air
yang menjadi es dan memerlukan panas untuk mencairkannya, maka seseorang
masih tetap dalam kondisi berdosa sampai dia bertobat.
- Tahap 6: Perbuatan dosa yang sering diulang akan menjadi kebiasaan berbuat dosa (habit of sin) atau kebiasaan jahat (vice).
Dengan pengulangan perbuatan dosa, maka ada suatu tahap kefasihan untuk
berbuat jahat dan keinginan hati sudah mempunyai kecenderungan untuk
berbuat jahat. Bapa Gereja menghubungkan bahwa tiga kali Yesus
membangkitkan orang mati melambangkan Yesus membangkitkan manusia dari dosa di dalam hati, dosa yang dinyatakan dalam perbuatan, dan dosa yang sudah menjadi kebiasaan.
Yesus membangkitkan anak perempuan Yairus (Luk 8:49-56) di dalam
rumahnya yang melambangkan kebangkitan dari dosa yang masih di dalam
hati. Sedangkan kebangkitan anak janda di pintu gerbang (Luk 7:11-16)
melambangkan kebangkitan dari dosa yang telah dinyatakan dalam
perbuatan. Akhirnya, kebangkitan Lazarus yang telah dikubur (Yoh
11:3-43), melambangkan kebangkitan dari dosa yang sudah menjadi
kebiasaan. Untuk membangkitkan Lazarus, Yesus menangis, menyuruh
seseorang membuka batu kubur, berseru dengan suara keras, meminta orang
untuk membuka kain penutup, dan membiarkan dia pergi. Ini menunjukkan
bahwa begitu sulit untuk menghancurkan dan memutuskan ikatan dosa yang
sudah menjadi kebiasaan.
- Tahap 7:
Perbuatan dosa dan kebisaan untuk berbuat dosa akan disusul dengan dosa
yang lain. Karena rahmat Tuhan tidak dapat bertahta lagi dalam hati
orang ini dan seseorang tidak dapat melawan dosa tanpa rahmat Tuhan,
maka orang ini tidak mempunyai kekuatan untuk keluar dari dosa dan malah
berbuat dosa yang lain. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan mengeraskan hati
Firaun untuk menggambarkan akan kebiasaan berbuat dosa, yang menjadikan
Firaun berbuat dosa yang lain secara terus-menerus (Kel 9:12). Rasul
Paulus menyatakan bahwa Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran
yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas, karena
mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah (Rom 1:28).
- Tahap 8:
Pada saat kejahatan benar-benar berakar dalam jiwa seseorang, maka
seseorang akan melakukan dosa yang benar-benar jahat sampai pada titik
membenci Tuhan. Dengan sadar dan segenap hati dia akan melawan dan
menghujat Roh Kudus, dimana merupakan dosa yang tidak terampuni (Mrk
3:29).
Dari tahapan perkembangan dosa, kita akan melihat bahwa dosa adalah
sesuatu yang serius, yang kalau kita memandangnya sambil lalu, kita akan
terjerumus perlahan-lahan dan jatuh ke dalam jurang kehancuran untuk
selamanya. Permasalahannya, pada jaman sekarang ini, kesadaran, kepekaan
akan perbuatan dosa dan resikonya semakin lama semakin memudar,
sehingga dengan gampangnya seseorang berbuat dosa. Mari sekarang kita
perbandingkan antara sesuatu yang bersifat jasmani dan yang rohani.
Jadi apakah Sakramen Pengakuan Dosa?
Selama tinggal di Amerika, saya melihat bahwa orang Amerika begitu
memperhatikan kesehatan jasmani. Mereka berdiet, berolahraga secara
teratur. Bahkan yang sudah tuapun tidak mau ketinggalan, mereka aktif
berolahraga dengan berenang, jalan kaki, dll. Semuanya dilakukan dengan
teratur, demi satu tujuan, yaitu agar badan mereka sehat, mungkin ada
yang mempunyai tujuan lain agar bentuk lahiriah mereka lebih indah. Data
di Amerika menunjukkan bahwa mereka menggunakan 6% dari uang mereka
untuk kesehatan jasmani, seperti olahraga, ikut fitness club, dll.[]
Saya tidak tahu data di Indonesia, namun mungkin datanya hampir sama
dengan di Amerika, bahwa begitu banyak orang menggunakan uangnya untuk
kesehatan jasmani.
Semua orang begitu peka terhadap kesehatan jasmani dan keindahan
tubuh. Namun pertanyaannya adalah mengapa terhadap kesehatan rohani,
kita sering kurang peka bahkan kadang kita sering mengacuhkannya?
Mungkin kita akan lebih peka terhadap sesuatu yang dapat kita raba dan
lihat. Namun kalau kita pikir, kesehatan rohani jauh lebih penting
daripada kesehatan jasmani. Ini dapat dibuktikan bahwa Yesus datang ke
dunia ini bukan untuk menyembuhkan semua penyakit jasmani, namun Dia
datang untuk menyembuhkan penyakit rohani, yaitu dosa.
Nah, dosa adalah suatu penyakit yang begitu berbahaya. Salah satu penyembuhannya adalah dengan menerima sakramen pengakuan dosa.
Di dalam Sakramen Pembaptisan, dosa asal dan seluruh dosa yang kita
lakukan sebelum kita dibaptis dihapuskan. Namun sebagai manusia, kita
dapat jatuh lagi ke dalam dosa setelah pembaptisan, bahkan kita dapat
jatuh ke dalam dosa yang berat.
Dosa berat yang kita lakukan setelah Pembaptisan hanya dapat diampuni dengan menerima Sakramen Tobat
(KGK, 1423) atau Sakramen Pengakuan Dosa (KGK, 1424), atau Sakramen
Pengampunan Dosa (KGK, 1424). Di dalam Sakramen inilah, kita juga
bertemu dengan Dokter dari segala dokter, yaitu Yesus sendiri yang hadir
di dalam diri imam/pastor. Untuk bertemu dengan Yesus di dalam Sakramen
Pengampunan, diperlukan kerendahan hati dan penyesalan, sehingga Yesus
sendiri akan memulihkan dan menyembuhkan hati kita.
Namun demikian, masih banyak orang yang meragukan tentang Sakramen
Tobat yang dapat memberikan kesehatan rohani bagi kita. Silakan membaca
bagian-2,
yaitu jawaban terhadap keberatan-keberatan tentang Sakramen ini
ditinjau dari Alkitab, Bapa Gereja, dan penerapan sakramen ini dalam
sejarah Gereja.
(Ditayang ulang dari katolisitas.org oleh : Tim Komsos)