Loading...
Jumat, 14 Maret 2014

Pertemuan II : KELUARGA SEBAGAI SEL DASAR KKU

GAGASAN DASAR

         Kemajuan Iptek sangat berpengaruh  terhadap kehidupan keluarga kristiani. Kemajuan iptek membawa banyak dampak positif namun banyak pula dampak negatif. Kebersamaan yang menjadi faktor utama langgengnya sebuah bahtera keluarga Kristiani kini semakin tergerus oleh sikap individualistis. Sebuah riset yang pernah diadakan di Amerika, menemukan bahwa suami-istri berbicara secara personal satu sama lain hanya sekitar 4-5 menit perhari, orang tua berbicara secara personal dengan anak-anaknya hanya 3 menit  perhari. pembicaraan antar anggoota keluarga rata-rata hanya sekitar 17 menit perminggu. Data ini mnjadi bahan refleksi bagi kita dalam menggunakan waktu untuk membangun kebersamaan dalam keluarga yang semakin lama semakin terabaikan.

        Situasi keluarga yang demikian sering kita alami, namun kita tidak menyadari bahwa situasi ini dapat mengaburkan panggilan suci Allah bahwa keluarga merupakan wadah/wahana untuk lebih memahami dan menghayati arti menjadi "gambar Allah", Imago Dei  (Kej. 1:26-28). Kehudupan keluarga menggambarkan suatu kesatuan yang serasi, sebagaimana Allah Tritunggal yang bersatu secara harmonis. Kebahagiaan suami-istri tidak hanya terletak pada anak-anak, tetapi pada Allah sebagai sumber hidup bagi kita. kepada Dia saja kita bergantung, untuk Dia kita hidup, dan bagi-Nyalah kita tujukan pengabdian hidup demi hormat dan kemuliaan-Nya.
         Kebahagiaan suami-istri yang bersekutu dalam Tuhan akan berpengaruh pada pertumbuhan kepribadian anak-anaknya. Ada beberapa contoh yang dapat kita baca dari Kitab Suci, diantaranya: kisah Musa yang mampu bertahan dalam budaya/dunia sekular, karena spritualitas orang tuanya yang beriman. Yesus bertumbuh dewasa penuh Roh, bukan saja karena di berkati Allah Bapa, tetapi juga karena keteladanan hidup Yusuf dan Maria yang saleh.

Keberhasilan sebuah keluarga menjadi wadah dimana setiap pribadi menyadari panggilannya sebagai citra Allah. Hal itu sangat di tentukan  oleh mutu hubungan suami-istri dan mutu hubungan orang tua dengan anak. Oleh karena itu tantangan yang di hadapi keluarga pada abad-21, sebagaiman dilukiskan dalam riset diatas, perlu dijawab dengan mendedikasikan, memberi waktu, membibmbing anak-anak, dengan menjadi orang tua yang setia kepada Allah, Mengasihi-Nya dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan seganp tenaga, serta menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani.
         Keluarga Kristiani tidak mungkin menghindari tantangan-tantangan jaman (materialisme/hedonisme). Maka keluarga Kristiani diharapkan selaalu berpegang teguh pada sabda Tuhan, seperti nasehat Yosua kepada bangsa Israel; "Takutlah akan Tuhan dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia... pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah.... Tetapi aku  dan seisi rumahku , kami akan beribadah kepada Tuhan!" (Yos. 24:14,15) Membanjirnya teknologi dan informasi menghalangi orang dalam mengemabangkan intensitas persahabatan dan kualitas perjumpaan antar anggota keluarga. Maka sangat penting bagi sebuah keluarga untuk membangun komunikasi yang efektif dan intens dengan semua anggota keluarga untuk meningkatkan mutu relasi antar anggota keluarga.

 Keluarga sebagai "Gereja mini" (Ecclesiola) harus dapat memberikan kesaksian melalui "komunikasi dari hati ke hati" (personal dan langsung). Komuniukasi semacam ini hendaknya diberi tempat utama. Demikian pula dalam menjalin relasi dengan anggoota keluarga yang lain. Setiap pribadi dapat merasakan bahwa keluarga berfungsi sebagai oasis ditengah padang gurun, seperti pelabuhan yang  teduh dari dunia luar yang keras dan penuh ancaman. Rumah sungguh menjadi tempat yang nyaman (home) bagi setiap anggotanya. Apa yang menjadi kesediahan satu anggota keluarga, dirasakan pula oleh seluruh anggota keluarga yang lain dan menjadi pergumulan bersama dalam doa keluarga. Begitu pula apa yang menjadi sukacita satu orang menjadi ssukacita bagi seluruh anggota keluarga dan menjadi bentuk syukur keluarga kepada Allah. Semua peistiwa hidup terbuka untuk dicari 'jalan keluarnya' dalam terang firman Tuhan. dibutuhkan kesabaran untuk 'mendengarkan' dan tidak 'menyakiti' hati pihak lain, mutu hubungan yang demikian inilah yang berkenan bagi Tuhan.


KATEKESE TENTANG KEBERSAMAAN KELUARGA DALAM TERANG KITAB SUCI DAN AJARAN SOSIAL GEREJA

a. Sejak dibaptis setiap orang masuk dalam persekutuan Umat beriman, tetapi banyak yang tidak aktif dalam persekutuan dengan berbagai alasan yang mengakibatkan menyurutnya kesadarn untuk bertemu dalam perjumpaan antar pribadi. Oleh karena itu keluarga memegang peranan penting untuk menumbuhkembangkan pengalaman persekutuan dan suasana kasih untuk saling berbagi. Sebab keluarga menjadi tempat asal dan upaya paling efektif untuk  "memanusiakan" dan  "mempribadikan" keutamaan-keutamaan dan nilai-nilai dalam diri seseorang (bdk. GS 52)
b. Santo Lukas dalam injilnya juga menekankan semangat kebersamaan untuk saling mengingatkan/menasehati sesama saudara apabila melakukan suatu kekeliruan/kesalahan (Lukas 18:15-17). Relasi dengan Tuhan dan sesama saling melengkapi . Semakin seseorang dekat dengan Tuhan, semakin dekat pula ia dengan sesama.
c. Paus Paulus VI dalam Anjuran Apostolik "Evangelii Nuntiandi", 71 menegaskan "Keluarga, seperti Gereja, harus menjadi tempat injil disalurkan dan injilmemancarkan sinarnya. Dalam keluarga yang menyadari misi itu semua anggota mewartakan dan menerima pewartaan injil. Orang tua tidak sekedar menyampaikan injil kepad anak-anak mereka, melainkan dari anak-anak mereka sendiri mereka dapat menerima injil itu juga dalam bentuk penghayatan mereka yang mendalam. Dan keluarga seperti itu menjadi pewartainjil bagi banyak keluarga lain  dan bagi lingkuangan kediamannya"
d. Konsili Vatikan II menekankan tentang isi pendidikan  Kristiani, "pendidikan itu tidak hanya bertujuan pendewasaan pribadi manusia....., melainkan terutama hendak mencapai supaya mereka yang telah dibaptis langkah demi langkah makin mendalami misteri keselamatan dan dari hari ke hari makin menyadari karunia iman yang telah mereka terima supaya mereka belajar berdujud kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran (Yoh. 4:23), terutama dalam perayaan liturgi, supaya mereka dibina untuk menghayati hidup mereka sebagai manusia baru dalam kebenaran dan kekudusan sejati" (GE Art.2).
e. Doa merupakan unsur pokok kehidupan Kristiani. Doa merupakan bagian terpenting dalam kemanusiaan kita. Doa bersama merupakan nafas kehidupan keluarga kristiani yang tidak boleh dilupakan. Paus Yohanes Paulus II dlam amanatnya di tempat ziarah Mentorella tanggal 29 Oktober 1978 menegaskan;  "Doa merupakan ungkapan pertama kenyataan batin manusia, syarat utama bagi kebebasan batin yang otentik." Santo Lukas juga menekankan kebersamaan dalam doa, "Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan di kabulkan oleh Bapaku yang di Surga. Sebab dimana dua orang atau tiga orang berkumpul atas namaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (bdk. Luk. 18:19.20)

0 komentar:

Posting Komentar

 
TOP